Tentang Penulis

Minggu, 31 Juli 2016

Berteman dengan Orang Sholih

"Manusia tidak bisa hidup sendiri, ia membutuhkan teman yang memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya, baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi. Banyak orang yang terjerumus ke dalam lubang kemaksiatan dan kesesatan karena terpengaruh teman yang buruk. Namun juga tidak sedikit orang yang mendapatkan hidayah dan banyak kebaikan disebabkan bergaul dengan teman-teman yang sholih."


PENGARUH TEMAN YANG BURUK
 Teman yang buruk memberikan pengaruh yang begitu dahsyat. Mereka akan selalu mencari cara bagaimana merusak fitrah temannya atau menghalang-halanginya agar tidak berbuat kebaikan hingga akhirnya terperangkap dalam kekafiran dan kemaksiatan.
Abu Thalib adalah salah satu dari sekian contoh tentang dahsyatnya pengaruh seorang teman yang buruk. Di saat ajal menjelang, Rasulullah menuntun pamannya tersebut agar mengucapkan kalimat tauhid, laa Ilaha Ilallah. Namun ia enggan, karena lebih terpengaruh kepada teman akrabnya yaitu Abu Jahal yang selalu berpesan agar tidak meninggalkan agama nenek moyang mereka. Akhirnya Abu Thalib pun meninggal dalam kekafiran.
Bukti lain yang terjadi hari ini adalah para pecandu narkoba dan minuman keras. Sebagian mereka terjerumus kedalamnya karena akibat pengaruh teman yang buruk. Teman yang buruk ini pun menjebaknya untuk mencicipi barang haram ini secara gratis dengan dalih macam-macam hingga akhirnya mereka menjadi pecandu yang sebenarnya. Padahal sebelumnya ia seorang yang taat kepada Allah, juga patuh kepada orang tuanya. Wal'iyaudzubillah.
Maka tepatlah sabda Nabi SAW :
"Janganlah engkau berkawan kecuali dengan orang beriman dan janganlah memakan makananmu kecuali orang bertakwa." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Rasulullah memberikan permisalan teman yang baik dan teman yang buruk, "Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak wangi dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak." (HR. Bukhari)
Demikianlah permisalan yang diberikan Rasulullah tentang berteman. Bahkan jika kita ingin mengetahui sesorang apakah ia sholih atau tholih (jahat), maka lihatlah temannya. JIka teman-temannya adalah orang sholih, ia akan menjadi orang yang sholih pula. Sebaliknya, jika teman-teman disekitarnya jahat dan bejat, hampir dipastikan bahwa ia tidak jauh dari sifat teman-temannya. Rasulullah SAW bersabda :
"Seseorang akan mengikuti kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya, perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karib kalian." (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad)
Rasulullah juga mengajarkan doa kepada kita agar terhindar dari teman yang buruk.
"Ya Allah, Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari hari yang buruk, malam yang buruk, waktu yang buruk, teman yang jahat dan tetangga yang jahat di lingkungan di mana aku tinggal menetap." (HR. Thabrani)
 Karena khawatir mendapat teman yang buruk, salah seorang tabi'in yang bernama alqamah, ketika masuk ke Negeri Syam langsung menuju masjid untuk melaksanakan sholat dua rakaat. Kemudian dia panjatkan sebuah doa : "Ya Allah, berilah aku kemudahan untuk mendapatkan teman yang baik di Negeri ini." Akhirnya Allah mempertemukannya dengan teman yang sholih, seorang sahabat Rasul bernama Abu Darda'.

BAROKAH BERSAMA TEMAN SHOLIH
Allah memerintahkan agar selalu bersama dengan orang-orang yang baik. 
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama dengan orang-orang yang benar (jujur)." (QS At Taubah 119)
Di antara berkah berteman dengan orang sholih adalah dengan melihat mereka saja sudah memberikan motivasi kebaikan tersendiri.
Al Fudhail bin 'Iyadh, "Pandangan seorang mukmin terhadap mukmin yang lain akan mengilapkan hati."
Maksud beliau, bahwa dengan hanya memandang orang sholih, hati seseorang bisa kembali tegar. Oleh karenanya, jika orang-orang sholih dahulu kurang semangat dan tidak tegar dalam ibadah, mereka pun mendatangai orang-orang sholih lainnya. Umat nabi Nuh contohnya. Tujuan mereka membuat patung orang-orang sholih pada waktu itu, agar ketika melihatnya mereka termotivasi untuk melakukan amal sholih sebagaimana yang dulu pernah dikerjakan oleh mereka. Namun pada akhirnya anak cucu mereka menjadikan patung-patung tersebut sebagai sesembahan selain Allah.
Manfaat lain berteman dengan orang sholih, di saat kita sakit mereka menjenguk bukan hanya membawa buah-buahan yang terkadang malah tidak termakan, namun juga mendoakan dan menguatkan kita agar selalu bersabar. Terlebih nanti ketika kita meninggal dunia, mereka bukan hanya sekedar datang untuk bela sungkawa tetapi juga memohonkan ampunan untuk kita di saat sholat jenazah serta menghantarkan kita sampai ke kuburan. Belum lagi ketika di akhirat, dalam sebuah hadits Rasulullah menyampaikan bahwa mereka kelak akan memberikan syafaat kepada temannya dulu ketika di dunia.
Rasulullah bersabda, "Setelah orang-orang mukmin itu dibebaskan dari neraka, demi Allah, Dzar yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kalian begitu gigih dalam memohon kepada Allah untuk memperjuangkan hak untuk saudara-saudaranya yang berada di dalam neraka pada hari kiamat. Mereka memohon, 'Wahai Rabb kami, mereka itu (yang tinggal di neraka) pernah berpuasa bersama kami, sholat dan juga haji."
 Dijawab :"Keluarkan (dari neraka) orang-orang yang kalian kenal." Hingga wajah mereka diharamkan untuk dibakar oleh api neraka. Para mukminin inipun mengeluarkan banyak saudaranya yang telah dibakar di neraka, ada yang dibakar sampai betisnya dan ada yang sampai lututnya..."(HR. Muslim).
 Berkaitan dengan hadits ini, Imam Hasan al-Bashri berpesan, "Perbanyaklah berteman dengan orang-orang yang beriman. Karena mereka memiliki syafaat pada hari kiamat."
Imam Ibnul Jauzi menasehatkan kepada teman-temannya, "Jika kalian tidak menemukan aku di surga, maka tanyakanlah tentang aku kepada Allah. Ucapkan : 'Wahai Tuhan kami, hambaMu fulan, dulu dia pernah mengingatkan kami untuk mengingat Engkau. "Kemudian beliau menangis.
Semoga Allah memberikan karunia kepada kita teman yang sholih. karena manfaatnya bukan hanya sekedar kita dapatkan di dunia, namun juga kelak di akhirat sana. Allahul Musta'an. (Abu Hanan) 

*Ar-Risalah Ed. 180/Juni 2016

Sabtu, 30 Juli 2016

Jangan Remehkan Muroja'ah (oleh Ustadz Abu Faiz)



Wahai penuntut ilmu, ketahuilah bahwa ilmu yang kita tuntut itu akan hilang dan terlupakan bila tidak di Muroja'ah (mengulang pelajaran). 
Muroja'ah adalah perkara yang sangat penting, yang sangat ditekankan baik oleh para Ulama terdahulu maupun belakangan, dan ilmu itu akan senantiasa kokoh bila selalu di ulang dan di Muroja'ah. Karenanya, wahai penuntut ilmu, jangan pernah bosan Muroja'ah!!!
  • Ali ibn Abi Thalib ra mengatakan : "Hendaklah kalian saling mengulang-ulang hadits, jika tidak kalian lakukan maka ilmu itu akan pergi." (Sunan ad-Darimi)
  • Alqamah mengatakan : "Hidupnya ilmu adalah dengan Muroja'ah, dan penyakitnya adalah lupa." (al-Muhaditsul Fasil)
  • Sebagian Salaf mengatakan : "Hati ibarat tanah, dan ilmu adalah tanaman, sedangkan Muroja'ah bagaikan air bagi tanaman, bila tanah telah kering dari air, maka pasti tanaman pun akan layu." (al-Jami' li Akhlaqir Rawi wa Adabis Sami')
  • Al-Imam az-Zuhri mengatakan : "Hanyalah yang menyebabkan hilangnya ilmu adalah lupa dan tidak di Muroja'ah." (al-Bidayah wan-Nihayah)
  • Al-Hasan al-Bashri mengatakan : "Sungguh kami memiliki kitab-kitab yang selalu kami menjaganya." (Fil Ilmi
  • Al-Khalil ibn Ahmad mengatakan : "Ulangilah pelajaranmu, maka engkau akan ingat kembali ilmu tersebut, dan akan menemukan faedah (ilmu) yang baru." (al-Bidayah wan-Nihayah)
  • Ibnul Jauzi mengatakan : "Betapa banyak seorang yang telah meremehkan dari me-Muroja'ah ilmu yang telah ia hafal, sehingga ia membutuhkan waktu yang sangat lama untuk mengembalikan lagi ilmu yang telah terlupakan." (Shaidul Khathir)

Jumat, 29 Juli 2016

Nilai Waktu bagi Penuntut Ilmu (oleh Ustadz Abu Faiz Sholahuddin)


Menjaga waktu merupakan perkara yang sangat penting, terlebih bagi seorang penuntut ilmu. Para Salaf (pendahulu) kita, mereka sangat menjaga waktu. Mereka mengetahui betapa mahalnya waktu. Merekapun menggunakannya dengan sebaik-baiknya.

1. Muhammad ibn Wasi' al-Azdi mengatakan bahwa Abu Darda' ra pernah menulis kepada Salman al-farisi ra beliau berkata :
"Wahai saudaraku, pergunakanlah waktu sehatmu dan waktu luangmu, sebelum datang musibah yang tak seorang pun mampu menolaknya." (Iqtidha'ul Ilmu al-"Amal hlm. 104, oleh al-Khatib al-Baghdadi)

2. Muhammad ibn Abdil Baqi berkata :
"Tidaklah aku mengetahui, jika aku pernah melalaikan sesaat saja dari umurku hanya untuk bermain-main dan senda gurau." (Siyar A'lam an-Nubala' 20/26, oleh adz-Dzahabi)

3. Al-Imam al-Hasan al-Bashri berkata :
"Aku menjumpai suatu kaum yang salah seorang dari mereka lebih pelit terhadap waktunya daripada uangnya." (Syarhu as-Sunnah 14/225, oleh al-Baghawi)

4. Syaikh al-Faqih Ibnu Aqil al-Hanbali berkata :
"Sesungguhnya tidak halal bagiku untuk melalaikan sesaat dari umurku, sehingga jika lisan ini telah berhenti dari berdzikir dan berdiskusi, dan mata ini berhenti dari mencari pembahasan, maka aku memikirkan ilmu saat santaiku." (Dzail Thabaqat al-Hanabilah 1/146, oleh Ibnu Rajab)

5. Al-Imam an-Nawawi berkata :
"Selayaknya bagi seorang penuntut ilmu untuk berupaya mendapatkan ilmu dikala waktu lapang, tatkala semangat tinggi, kuat badan, dan kecerdasannya dan sedikit kesibukannya, sebelum datang penghalang-penghalang (dari menuntut ilmu)." (al-Majmu' 1/69, oleh an Nawawi)

Rabu, 13 Juli 2016

Luqman al Hakim



Siapakah Luqman Al-Hakim?

Luqman itu adalah anak Faghur bin Nakhur bin Tarikh (Azar), dengan demikian litu Luqman adalah anak saudara kepada Nabi Ibrahim a.s.; atau dikatakan juga Luqman itu anak saudara kepada Nabi Ayub a.s.
Diriwayatkan juga bahwa Luqman telah hidup lama sampai seribu (1,000) tahun sehingga dapat menemui zaman kebangkitan Nabi Daud a.s., bahkan dia juga pernah menolong Nabi Daud a.s. dengan memberikan kepadanya Hikmah atau kebijaksanaan. Luqman pernah menjadi Kadi, yakni hakim, untuk mengadili perbicaraan kaum Bani Israel.
AI-Allahamah AI-Alusy berkata: “Kebanyakan pendapat mengatakan bahwa beliau hidup di zaman Nabi Daud a.s.” Katanya lagi: “Orang juga berselisih pendapat, adakah beliau seorang yang merdeka atau seorang hamba? Kebanyakan pihak mengatakan beliau adalah seorang hamba Habsyi”
Dipetik dari Ibnu ‘Abbas katanya: “Luqman bukanlah seorang nabi maupun raja tetapi beliau hanyalah seorang pengembala ternak yang berkulit hitam. Lalu Allah telah memerdekakannya dan sesungguhnya Dia ridha dengan segala kata-kata dan wasiat Luqman. Maka karena itu, kisah ini diceritakan di dalam AI-Quran agar kita semua dapat mengambil pedoman dan berpegang dengan wasiat-wasiatnya.”
Ibnu Kathir berkata: ‘Ulama’ salaf berselisih pendapat tentang diri Luqman; adakah dia seorang nabi atau pun seorang hamba yang soleh tanpa taraf kenabian? Di antara dua pendapat ini, kebanyakan mereka berpegang dengan pendapat yang kedua.’
Para ulama’ semuanya sepakat mengatakan Luqman itu seorang bertaraf wali dan Ahli Hikmah (bijak bistari), bukan seorang nabi, karena lafaz hikmah dalam ayat di atas dimaknakan ‘kenabian’. Dan dikatakan juga apabila Luqman disuruh pilih antara Hikmah (kebijaksanaan) dengan Nubuwwah (kenabian), dipilihnya Hikmah. Di antara para ulama’ tersebut ialah seperti Mujahid, Sa’id bin AI-Musayyab dan Ibnu Abbas. Wallahu A’lam.”
Ibnu Kathir ada menyebutkan di dalam kitab sejarahnya: “Beliau ialah Luqman bin Unqaa’ bin Sadam.” Diceritakan dari As­ Suhaili, dari Ibnu Jarir dan AI-Qutaibi: “Beliau ialah Luqman bin Tharan”
Dikatakan bhawa beliau ialah anak kepada AI- Baura’. Ibnu Ishaq ada menyebutkan beliau ialah Luqman bin AI Baura’ bin Tarikh iaitu Aazar Abu Ibrahim AI-Khalil.
Adalah diceritakan, bhawa Luqman telah tidur di tengah hari lalu kedengaran suara memanggilnya: “Hai Luqman! Maukah kalau Allah jadikan engkau seorang Khalifah di bumi yang memerintah manusia dengan hukuman yang benar?” Dijawabnya: “Kalau Tuhanku menyuruh pilih, akan saya pilih ‘Afiat (selamat) dan saya tidak mau bala (ujian). Tetapi kalau saya ditugaskan juga saya akan turut. Karena saya tahu bahwa Allah Taala kalau menetapkan sesuatu kepada saya pasti Dia menolong dan memelihara saya.”Kemudian dikatakan para malaikat pula bertanya: “Hai Luqman! Adakah engkau suka diberi Hikmah?” Dijawabnya: “Sesungguhnya seorang hakim kedudukannya berat, dia akan didatangi oleh orang-orang yang teraniaya dari segenap tempat. Kalau hakim adil akan selamat, dan kalau salah jalan akan salah pulan jalannya ke neraka. Siapa yang keadaannya hidup di dunia, itu lebih baik daripada dia menjadi mulia. Dan siapa yang memilih dunia lebih daripada akhirat, akan terfitnah oleh dunia dan tidak mendapat akhirat.”
Para malaikat pun takjub mendengarkan kebagusan kata-katanya itu. Apabila Luqman tertidur semula, dia dikurniakan Hikmah, lalu terjaga dan berbicara dengan kata-kata yang berhikmah selepas itu.
Juga diriwayatkan bahawa Luqman itu seorang hamba bangsa Habsyi, kerjanya sebagai tukang kayu, tukang jahit dan seorang penggembala kambing. Apabila bertemu dengan seorang lelaki dia bercakap dengan penuh Hikmah, sehingga orang lelaki itu takjub lalu berkata: “Bukankah engkau seorang penggembala kambing?” Dijawabnya: “Benar!” Lalu ditanya orang lelaki itu lagi: “Bagaimana engkau telah dapat mencapai kedudukan engkau yang begini (bijak bestari)?” Luqman menjawab: “Saya mendapatnya dengan bercakap benar, memelihara amanah dan tak ambil tahu apa yang bukan urusan saya.”
Ada juga diriwayatkan bahawa Luqman berasal dari Sudan/Mesir, berkulit hitam, bibirnya tebal dan kulit kakinya pula retak-retak. Juga dikatakan bahawa sebaik-baik orang dari benua Afrika itu adalah 3 orang, iaitu: Bilal bin Robah, Mahja’ (yakni hamba sahaya Sayidina Umar ibn Khattab) dan Luqman al-Hakim. Orang yang ke empat pula ialah an-Najasyi (Raja Habsyah yang beriman di zaman Nabi Muhammad s.a.w.)
Ibnu Qutaibah berkata: “Luqman adalah seorang hamba Habsyi kepada seorang lelaki dari kalangan bani Israil. Kemudian beliau dibebaskan dan diberikannya harta.”
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., dia telah berkata: Rasullullah s.a.w. pernah bersabda:
“Adakah engkau semua tahu siapakah dia Luqman? “Mereka pun menjawab: “Allah dan Rasul-Nya saja yang lebih tahu.” Baginda bersabda: “Dia adalah seorang Habsyi.” Pendapat yang mengatakan dia adalah seorang habsyi, adalah dari lbnu Abbas dan Mujahid.
As-Suhaili berkata: “Luqman adalah Naubah dari penduduk Ielah ( Sebuah daerah di tepi laut merah )” Demikian juga dipetik oleh Qatadah, dari Abdullah bin Az-Zubair: Aku telah bertanya kepada Jabir bin Abdullah: “Apakah cerita terakhir yang sampai kepadamu tentang perihal diri Luqman? “Jabir menjawab: “Dia adalah seorang yang pendek, pesek hidungnya dari keturunan Naubah.” lanya juga sebagaimana yang disebutkan dari Sa’id bin AI­ Musayyab, katanya: “Luqman adalah dari Sudan, Mesir.”
AI-Hassan AI-Basri pula berkata: “Luqman telah membina sebuah singgahsana di Ramlah, Syam. Pada masa itu, tempat tersebut masih lagi belum dibangunkan. Dia berada di sana sampai Ianjut usia dan meninggal dunia.”
Ibrahim bin Adham berkata: “Aku telah diberitahu bahwa kubur Luqman adalah di antara Masjid Ar-Ramlah dan tempat didirikan pasar pada hari ini.Di tempat tersebut terdapat 70 kubur nabi-nabi sebelum Luqman.
Dilaporkan, bahwa Luqman adalah seorang mufti sebelum Nabi Daud a.s dibangkitkan. Apabila baginda diutuskan kepada umatnya, Luqman berhenti dari memberikan fatwa. Ada orang bertanyakan; padanya tentang hal itu lalu dia pun berkata: “Adakah aku tidak mau berhenti apabila aku telah merasa cukup?!! “
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Mujahid: “Beliau adalah seorang Qadhi di kalangan kaum bani Israil di zaman Nabi Daud a.s”
Demikianlah siapa itu Luqmanal Hakim. Tidak kira siapapun dia, yang penting beliau adalah seorang yang mempunyai hikmah kebijaksanaan. Kata-katanya diberkati Allah dan direkamkan didalam Al Quran.

Kisah Luqman Al-Hakim

-  Dalam sebuah riwayat menceritakan bahwa pada suatu hari Luqman Hakim telah masuk ke dalam pasar dengan menaiki seekor himar, manakala anaknya mengikut dari belakang. Melihat tingkah laku Luqman itu, setengah orang pun berkata, "Lihat itu orang tua yang tidak bertimbang rasa, sedangkan anaknya dibiarkan berjalan kaki." Setelah mendengarkan desas-desus dari orang ramai maka Luqman pun turun dari himarnya itu lalu diletakkan anaknya di atas himar itu. Melihat yang demikian, maka orang di pasar itu berkata pula, "Lihat orang tuanya berjalan kaki sedangkan anaknya sedap menaiki himar itu, sungguh kurang ajar anak itu."
Setelah mendengar kata-kata itu, Luqman pun terus naik ke atas belakang himar itu bersama-sama dengan anaknya. Kemudian orang ramai pula berkata lagi, "Lihat itu dua orang menaiki seekor himar, mereka sungguh menyiksakan himar itu." Oleh karena tidak suka mendengar percakapan orang, maka Luqman dan anaknya turun dari himar itu, kemudian terdengar lagi suara orang berkata, "Dua orang berjalan kaki, sedangkan himar itu tidak dikenderai." Dalam perjalanan mereka kedua beranak itu pulang ke rumah, Luqman Hakim telah menasihati anaknya tentang sikap manusia dan celoteh mereka. Ia berkata, "Sesungguhnya tiada terlepas seseorang itu dari percakapan manusia. Maka orang yang berakal tiadalah dia mengambil pertimbangan melainkan kepada Allah saja. Siapa saja yang mengenal kebenaran, itulah yang menjadi pertimbangannya dalam tiap-tiap satu."
Kemudian Luqman Hakim berpesan kepada anaknya, katanya, "Wahai anakku, tuntutlah rezeki yang halal supaya kamu tidak menjadi fakir. Sesungguhnya tiadalah orang fakir itu melainkan tertimpa kepadanya tiga perkara, yaitu tipis keyakinannya (iman) tentang agamanya, lemah akalnya (mudah tertipu dan diperdayai orang), dan hilang kemuliaan hatinya (keperibadiannya). Lebih celaka lagi daripada tiga perkara itu ialah orang-orang yang suka merendah-rendahkan dan meringan-ringankannya."

- Pada suatu hari majikan Luqman kedatangan beberapa orang tamu yang mulia, maka berkatalah majikannya itu kepada Luqman. "Belilah bermacam-macam daging yang baik'. Maka berangkatlah Luqman ke pasar lalu membeli bermacam-macam lidah binatang, seperti : lidah lembu, lidah kambing dan lidah kerbau, lalu di bawanya pulang dan deserahkannya kepada tukang masak untuk dimasaknya menjadi bermacam-macam masakan. Dan tatkala para tamu menyantap masakan-masakan itu, semuanya tiada menyukainya, disebabkan mereka mendapatkan dalam masakan pertama sampai masakan terakhir berisi lidah. Maka di panggillah Luqman oleh majikannya dan di tanya, "Bukankah aku telah menyuruhmu untuk membeli bermacam-macam daging yang baik?" Jawab Luqman, "Adakah yang lebih baik dari pada lidah? Lidah adalah pengikat tali kekeluargaan, dan kunci segala macam ilmu dan alat untuk menerangkan barang yang haq. Dengan lidah kita tegak atau jatuh, dengan lidah di dapatkan ilmu dan penetapan hujjah serta undang-undang untuk sesuatu umat dan bangsa."
       Mendengar jawaban Luqman itu, berkatalah majikannya, "Engkau benar".
       Pada hari yang lain, di undanglah lagi tamu-tamu tersebut oleh majikan Luqman, dan di suruhnya Luqman berbelanja ke pasar, majikannya berkata, "Sekarang belilah segala macam daging yang terburuk". Maka pergilah Luqman ke pasar dan membeli segala macam lidah seperti hari pertama, kemudian di serahkannya kepada tukang masak untuk dimasaknya seperti hari pertama. Tatkala para tamu menyantapnya, maka didapatinya semua masakan berisi lidah seperti masakan hari pertama. Maka di panggillah Luqman oleh para tamunya dan di tanya tentang sebabnya semua masakan berisikan lidah. Luqman pun menjawab, "Lidah adalah seburuk-buruk segala macam, ia menjadi sebab utama timbulnya perselisihan dan sumber segala keruwetan, ia sumber perpecahan dan peperangan. Dan kalau ia di katakan alat kebenaran, sesungguhnya ia alat kekeliruan dan umpat; dengan dia di hancurkan kota dan desa; dengan dia di maki seseorang, dan dengan dia timbul segala macam aib dan malu."  Mendengar jawaban Luqman itu berkatalah salah seorang tamu, "Orang itu tentu dapat memuaskan semua ahli filsafat."
       Kecerdikan Luqman itu, akhirnya tersiarlah kemana-mana hingga masyhurlah namanya. Karena kemasyhurannya itu maka seringkali ia di undang dalam pertemuan-pertemuan serta dia dia ajak bermusyawarah dalam so'al peperangan dan perdamaian. Dalam so'al peperangan dan perdamaian ia mempunyai siasat yang licin sekali kerap kali ia dapat menolong majikannya dari bermacam-macam kesukaran dan kesulitan, hingga ia akhirnya di merdekakan oleh majikannya.
       Pada suatu hari kebetulan ia berada di negeri Samus, sedang penduduknya dalam ketakutan yang sangat, karena mendapatkan ancaman dari raja Rudyan yang akan menumpasnya. Sebelum penumpasan itu di lakukannya, maka di kirimlah terlebih dahulu oleh raja itu seorang utusan untuk menakut-nakuti penduduknya, agar penduduk negeri itu suka tunduk dan masuk dalam perlindungannya. Maka berkatalah Luqman kepada penduduk negeri itu, "Sesungguhnya masa itu membuka dua jalan bagi manusia. Pertama, jalan untuk kemerdekaan, dan jalan ini penuh dengan kesukaran dan kesusahan, onak dan duri, akan tetapi lezat pada akhirnya. Kedua, jalan perhambaan dan penjajahan, permulaannya mudah, tetapi kesudahannya tiada terpikul.
       Mendengar perkataan Luqman itu, maka kembalilah utusan raja itu dan menyampaikan perkataan Luqman kepada rajanya. Maka di panggillah Luqman oleh Raja itu, dan dihinanya Luqman tatkala menghadap karena keburukan rupanya. Sebenarnya raja itu hendak membunuhnya, tetapi berkat kecerdikan dan kelicinannya, maka di ampunilah ia dan tinggallah ia dia istana raja itu beberapa lamanya, sambil menggubah cerita-cerita menurut lesan hewan dan di persembahkannya kepada raja itu. Kemudian ia berkelana kemana-mana serta menghadap raja Babil dan raja-raja lainnya. Namanya masyhur dan di kenal orang di mana-mana serta tersiar hikmah kebijaksanaannya itu ke seluruh negeri dan dikenal oleh seluruh bangsa. Cerita-cerita yang di gubahnya itu telah di bukukan orang dan di beri judul "Al-Uyunul Jawaqidh Fil Amtsal Wal Mawa'idh".
Buku tersebut mengandung 200 hikayat menurut lesan hewan dan telah diterjemahkan dalam bahasa arab oleh almarhum Muhammad Bin Utsman Jalal, dan di terbitkan di Kairo tahun 1324 Hijrah dan bertepatan dengan tahun Masehi 1906 di percetakan An-Nil di Mesir. Dimulai dengan cerita jangkerik (Jangkrik, Jawa) dan semut dan di sudahi dengan cerita seorang laki-laki dan seekor ular. Cerita-cerita di dalamnya mengandung hikmah yang tinggi sekali, misalnya cerita burung gagak dan kancil, Istri dengan pencuri, jangkerik dengan semut dan lain-lainnya.

50 Nasihat Luqman Al-Hakim

Luqman Al-Hakim mengajar anaknya ilmu yang datang dari sisi Allah Yang Maha Mengetahui. Beliau pernah berpesan dan memberikan lebih daripada 50 nasihat kepada anaknya. Di antaranya:
.
1.  “Wahai anak kesayanganku! Allah SWT memerhatikan dirimu dalam kepekatan malam, semasa engkau bersolat atau tidur lena di belakang tabir di dalam istana. Dirikan solat dan jangan engkau berasa ragu untuk meninggalkan perkara makruh dan melempar jauh segala kejahatan dan kekejian.”
2.  “Wahai anakku! Selalulah berharap kepada Allah SWT tentang sesuatu yang menyebabkan untuk tidak menderhakai Allah SWT. Takutlah kepada  Allah SWT dengan sebenar-benar takut (takwa), tentulah engkau akan terlepas dari sifat berputus asa dari rahmat Allah SWT.”
3.  “Wahai anak! janganlah engkau mempersekutukan Allah SWT (dengan sesuatu yang lain), sesungguhnya perbuatan syirik itu adalah satu kezaliman yang besar.”
4.  “Wahai anakku, Bersyukurlah kepada Tuhanmu kerana kurniaan-Nya. Orang yang mulia tidak mengingkari Penciptanya kecuali orang yang kufur.”
5. “Wahai anakku! Bukanlah satu kebaikan namanya bilamana engkau selalu mencari ilmu tetapi engkau tidak pernah mengamalkannya. Hal itu tidak ubah seperti orang yang mencari kayu api, maka setelah banyak ia tidak mampu memikulnya, padahal ia masih mahu menambahkannya.”
 6.  “Wahai anakku! Ketahuilah, sesungguhnya dunia ini bagaikan lautan yang dalam, banyak manusia yang karam ke dalamnya. Jika engkau ingin selamat, agar jangan karam, layarilah lautan itu dengan sampan yang bernama TAKWA, isinya ialah IMAN dan Layarnya adalah TAWAKKAL kepada Allah SWT.”
7. “Wahai anakku! Orang-orang yang sentiasa menyediakan dirinya untuk menerima nasihat, maka dirinya akan mendapat penjagaan dari Allah SWT. Orang yang insaf dan sedar setelah menerima nasihat orang lain, maka dia akan sentiasa menerima kemulian dari Allah SWT juga.”
8.  “Wahai anakku! Jadikanlah dirimu dalam segala tingkahlaku sebagai orang yang tidak ingin menerima pujian atau mengharap sanjungan orang lain kerana itu adalah sifat riya’ yang akan mendatangkan cela pada dirimu.”
9.   “Wahai anakku! Jangan engkau berjalan sombong serta takbur, Allah SWT tidak meredai orang yang sombong dan takbur.”
10. “Wahai anakku! Selalulah baik tutur kata dan halus budi bahasamu serta manis wajahmu, dengan demikian engkau akan disukai orang melebihi sukanya seseorang terhadap orang lain yang pernah memberikan barang yang berharga.”
11.  “Wahai anakku! Bilamana engkau mahu mencari kawan sejati, maka ujilah dia terlebih dahulu dengan berpura-pura membuat dia marah. Bilamana dalam kemarahan itu dia masih berusaha menginsafkan kamu, maka bolehlah engkau mengambil dia sebagai kawan. Bila tidak demikian, maka berhati-hatilah.”
12.  “Wahai anakku! Apabila engkau berteman, tempatkanlah dirimu padanya sebagai orang yang tidak mengharapkan sesuatu daripadanya. Namun biarkanlah dia yang mengharapkan sesuatu darimu.”
13.  “Wahai anakku! Sesesiapa yang penyayang tentu akan disayangi, sesiapa yang pendiam akan selamat daripada berkata yang mengandungi racun dan sesiapa yang tidak dapat menahan lidahnya dari berkata kotor tentu akan menyesal.”
14.  “Wahai anakku! Bergaul rapatlah dengan orang yang alim lagi berilmu. Perhatikanlah kata nasihatnya kerana sesungguhnya sejuklah hati ini mendengarkan nasihatnya, hiduplah hati ini dengan cahaya hikmah dari mutiara kata-katanya bagaikan tanah yang subur lalu disirami air hujan.”
15.  “Wahai anakku! Janganlah engkau mudah ketawa kalau bukan kerana sesuatu yang menggelikan hati, janganlah engkau berjalan tanpa tujuan yang pasti, janganlah engkau bertanya sesuatu yang tidak ada guna bagimu, dan janganlah mensia-siakan hartamu.”
16.  “Wahai anakku! Sekiranya kamu di dalam solat, jagalah hatimu, sekiranya kamu makan, jagalah kerongkongmu, sekiranya kamu berada di rumah orang lain, jagalah kedua matamu dan sekiranya kamu berada di kalangan manusia, jagalah lidahmu.”
17.  “Wahai anakku! Usahakanlah agar mulutmu jangan mengeluarkan kata-kata yang busuk dan kotor serta kasar, kerana engkau akan lebih selamat bila berdiam diri. Kalau berbicara, berusahalah agar bicaramu mendatangkan manfaat bagi orang lain.”
18.  “Wahai anakku! Berdiam diri itu adalah hikmah (perbuatan yang bijak) sedangkan amat sedikit orang yang melakukannya.”
19.  “Wahai anakku! Janganlah engkau menghantarkan orang yang tidak cerdik sebagai utusan. Maka bila tidak ada orang yang cerdik, sebaiknya dirimulah saja yang layak menjadi utusan.”
20. “Wahai anakku! Janganlah engkau bertemankan dengan orang yang bersifat talam dua muka, kelak akan membinasakan dirimu.”
21.  “Wahai anakku! Sesungguhnya orang bertalam dua muka bukan seorang yang jujur di sisi Allah SWT.”
22.  “Wahai anakku! Jauhilah bersifat dusta, sebab berbohong itu mudah dilakukan, bagaikan memakan daging burung, padahal sedikit sahaja berdusta itu telah memberikan akibat yang berbahaya.”
23. “Wahai anakku! Sesiapa yang berbohong hilanglah air mukanya dan sesiapa yang buruk akhlaknya banyaklah dukacitanya.”
24. “Wahai anakku! Bersabarlah di atas apa yang menimpa dirimu kerana yang demikian itu menuntut kepastian kukuh daripadamu dalam setiap kejadian dan urusan.”
25.  “Wahai anakku! Apabila engkau mempunyai dua pilihan di antara takziah orang mati atau hadir majlis perkahwinan, pilihlah untuk menziarahi orang mati, sebab ianya akan mengingatkanmu kepada kampung akhirat sedangkan menghadiri pesta perkahwinan hanya mengingatkan dirimu kepada kesenangan duniawi sahaja.”
26. “Wahai anakku! Janganlah engkau makan sampai kenyang yang berlebihan, kerana sesungguhnya makan yang terlalu kenyang itu adalah lebih baiknya bila makanan itu diberikan kepada  anjing sahaja.”
27.  “Wahai anakku! Janganlah engkau terus menelan sahaja kerana manisnya barang dan janganlah terus memuntahkan saja pahitnya sesuatu barang itu, kerana manis belum tentu menimbulkan kesegaran dan pahit itu belum tentu menimbulkan kesengsaraan.”
28. “Wahai anakku! Aku pernah makan makanan yang baik dan memeluk yang terbaik tetapi aku tidak pernah melihat sesuatu yang lebih lazat daripada kesihatan.”
29. “Wahai anakku! Seandainya perut dipenuhi makanan, akan tidurlah akal fikiran, tergendala segala hikmah dan lumpuhlah anggota badan untuk beribadat.”
30. “Wahai anakku! Apabila perutmu telah penuh sesak dengan makanan, maka akan tidurlah fikiranmu, menjadi lemah hikmahmu dan berhentilah (malas) seluruh anggota tubuhmu daripada beribadat kepada Allah SWT dan hilanglah kebersihan hati (jiwa) dan kehalusan pengertian, yang dengan sebab keduanyalah dapat diperoleh lazatnya munajat dan berkesannya zikir pada jiwa.”
31.  “Wahai anakku! Makanlah makananmu bersama sama dengan orang orang yang takwa dan musyawarahlah urusanmu dengan para alim ulamak dengan cara meminta nasihat dari mereka.”
32. “Wahai anakku! Jangan engkau berlaku derhaka terhadap ibu dan ayahmu dengan apa jua sekalipun, melainkan apabila mereka menyuruhmu derhaka kepada Yang Maha Berkuasa.”
33. “Wahai anakku! Allah mewasiatkan dirimu; berbuat baiklah dengan ibu dan ayahmu. Justeru, jangan engkau mengherdik mereka dengan perkataan mahupun perbuatan dibenci.”
34. “Wahai anakku! Seandainya ibubapamu marah kepadamu kerana kesilapan yang kamu lakukan, maka marahnya ibubapamu adalah bagaikan baja bagi tanam-tanaman.”
35. “Wahai anakku! Orang yang merasa dirinya hina dan rendah diri dalam beribadat dan taat kepada Allah SWT, maka dia tawadduk kepada Allah SWT, dia akan lebih dekat kepada Allah SWT dan selalu berusaha menghindarkan maksiat kepada Allah SWT.”
36. “Wahai anakku! Seorang pendusta akan lekas hilang air mukanya kerana tidak dipercayai orang dan seorang yang telah rosak akhlaknya akan sentiasa banyak mengelamunkan hal-hal yang tidak benar.”
37.  “Wahai anakku! Andainya ada sebutir biji sawi terpendam di dalam batu, pasti ketahuan jua oleh Tuhanmu Yang Maha Melihat, Allah Amat Mengetahui segala sesuatu, zahir mahupun batin atau apa yang engkau sembunyikan di dalam dadamu.”
38. “Wahai anakku! Ketahuilah, memindahkan batu besar dari tempatnya semula itu lebih mudah daripada memberi pengertian kepada orang yang tidak mahu mengerti.”
39. “Wahai anakku! Engkau telah merasakan betapa beratnya mengangkat batu besar dan besi yang amat berat, tetapi akan lebih lagi daripada semua itu adalah bilamana engkau mempunyai jiran yang jahat.”
40. “Wahai anakku! Aku pernah memindahkan batu-bata dan memikul besi, tetapi aku tidak pernah melihat sesuatu yang lebih berat daripada hutang.”
41.  “Wahai anakku! Jauhkan dirimu dari berhutang, kerana sesungguhnya berhutang itu boleh menjadikan dirimu hina di waktu siang dan gelisah di waktu malam.”
42. “Wahai anakku! Apakah tidak engkau perhatikan, apa yang Allah bentangkan bagimu apa-apa yang ada di langit dan di bumi daripada kebaikan yang amat banyak?”
43. “Wahai anakku! Apa yang engkau menikmati di kehidupan ini lantaran kurniaan-Nya yang penuh keamanan, keimanan dan kebaikan yang melimpah ruah, di taman dunia yang subur mekar dengan bunga-bungaan serta tumbuhan yang berseri-seri.”
44. “Wahai anakku! Ambillah harta dunia sekadar keperluanmu sahaja dan nafkahkanlah yang selebihnya untuk bekalan akhiratmu.”
45. “Wahai anakku! Janganlah engkau condong kepada urusan dunia dan hatimu selalu disusahkan oleh dunia saja kerana engkau diciptakan Allah SWT bukanlah untuk dunia sahaja. Sesungguhnya tiada makhluk yang lebih hina daripada orang yang terpedaya dengan dunianya.”
46. “Wahai anakku! Jangan engkau buang dunia ini ke bakul sampah kerana nanti engkau akan menjadi pengemis yang membuat beban orang lain. Sebaliknya janganlah engkau peluk dunia ini serta meneguk habis airnya kerana sesungguhnya yang engkau makan dan pakai itu adalah tanah belaka.”
47.  “Wahai anakku! Tidak ada kebaikan bagimu untuk mempelajari apa yang belum kamu tahu sedangkan kamu belum beramal dengan apa yang kamu tahu.”
48. “Wahai anakku! Ingatlah dua perkara iaitu Allah SWT dan mati, lupakan dua perkara lain iaitu kebaikanmu terhadap hak dirimu dan kebaikanmu terhadap orang lain.”
49. “Wahai anakku! Kehinaan dalam melakukan ketaatan kepada Allah SWTlebih mendekatkan diri daripada mulia dengan maksiat (perkara menyebabkan dosa) kepada-Nya. Janganlah anakku undurkan melakukan taubat, sebab kematian datangnya tiba-tiba, sedang malaikat maut tidak memberitahukannya terlebih dulu.”
50. “Wahai anakku! Sesungguhnya lama bersendirian itu dapat memahami untuk berfikir dan lama berfikir itu adalah petunjuk jalan ke syurga.”
Begitulah 50 nasihat yang diberikan oleh Luqman Al Hakim kepada putera kesayangannya. Semoga ianya bermanfaat kepada diri kita juga.



والله أعلم بالصواب
Wallahu A’lam Bish Shawab
 (Hanya Allah Maha Mengetahui apa yang benar)

*dikutip dari berbagai sumber

Wanita karir vs Ibu rumah tangga



Perdebatan soal perempuan karir vs ibu rumah tangga, seperti tak habis-habisnya. Beberapa kali, saya melihat perdebatan itu telah keluar dari koridor, dan seperti menjadi ajang adu eksistensi. Kedua kubu saling beradu argumen, dan masing-masing menginginkan pengakuan sebagai yang terbaik.
Kubu ibu rumah tangga murni—saya sebut murni, karena perempuan karir pun rata-rata juga ibu rumah tangga—dengan argumen-argumennya, sering akhirnya ‘menyerang’ kubu perempuan karir. Sementara perempuan karir, di satu kesempatan, balas menyerang dengan amunisi yang tak kalah garang.
Maka, duduk permasalahannya pun menjadi rancu. Perempuan karir yang ‘kalah argumen’, akhirnya merasa nglokro, karena dianggap sebagai perempuan ‘durhaka’ yang tak memiliki kecukupan waktu untuk mengurusi rumah tangga. Padahal, contoh para perempuan karir yang memiliki putra-putri berprestasi, shalih-shalihah, dan suami yang ‘terpuaskan’ juga tak kurang-kurangnya.
Sementara, jika yang kalah argument adalah ibu rumah tangga, mereka menjadi underestimated dan akhirnya menjalani kehidupan yang mulia itu dengan ‘terpaksa’.
Ops, maaf ya, posisi saya di sini netral! Meski saya juga bukan ibu rumah tangga murni, saya sangat menghormati dan ‘cemburu’ kepada para perempuan yang bisa seratus persen di rumah, mengurusi anak, mengurusi rumah dan memenej segalanya dengan ‘sempurna’. Saya juga salut pada para ibu yang memilih dengan sadar menjadi ibu rumah tangga murni, dan bahkan mendidik anak-anaknya sendiri lewat home schooling—sesuatu yang pasti akan sangat sulit saya lakukan.
Tetapi, tentu masalahnya tak sesederhana itu.
* * *
Mari kita merujuk pada ajaran agama. Tak ada satu pun nash yang melarang perempuan untuk meniti karir yang tepat untuknya. Bahkan, seperti dituliskan oleh DR. Muhammad Baltaji, beberapa nash menunjukkan, bahwa lelaki dan perempuan harus saling tolong menolong dalam rangka mewujudkan kemashlahatan umum.
Allah berfirman, “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain…” (QS. at-Taubah: 71).
Demikian juga dalam hadits Rasulullah, “Seorang mukmin bagi mukmin yang lain laksana bangunan yang saling menguatkan satu bagian dengan yang lainnya.”
Ketika seorang perempuan meniti karir—di mana karir tersebut adalah sebuah pekerjaan yang ikut menyumbang kemashlahatan umat—tentunya ia menjadi bagian dari bangunan Islam itu.
Demikian juga, tak ada larangan bagi seorang perempuan untuk menjadi seorang pemimpin di sebuah organisasi atau perusahaan. Hadits yang menyebutkan, “Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusannya kepada perempuan” adalah hadits riwayat Bukhari yang terdapat dalam bab tentang peperangan. Nabi mendengar bahwa penduduk Persia—yang sangat memusuhi Islam—mengangkat anak perempuan Kisra menjadi ratu. Jadi, hadits tersebut adalah untuk masalah kepemimpinan puncak suatu negara. Para ulama bersepakat, bahwa perempuan tidak boleh menjadi pimpinan tertinggi suatu negara atau kekhalifahan, akan tetapi boleh menjadi yang selain itu.
Menurut DR. Mustafa as-Siba’i, perempuan diperbolehkan menjadi pemimpin bagi anak-anaknya, orang-orang yang terbelakang kapabilitasnya, mewakili organisasi kemasyarakatan, termasuk memimpin karyawan-karyawan di sebuah perusahaan, asal ia berkompeten. Perempuan juga boleh menjadi wakil masyarakat di parlemen, khususnya jika ia mewakili kaum perempuan.
Hanya saja, perlu diperhatikan, bahwa perempuan boleh bekerja dengan catatan:
·         Tidak meninggalkan tugas utamanya sebagai ibu
·         Mendapatkan izin dari suami
·         Tidak bekerja di tempat yang lelaki dan perempuan saling berbaur
·         Tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan yang merusak kepribadian muslimah
·         Senantiasa menjaga aurat dan kesucian dirinya
Bahkan, dalam kondisi darurat seperti perang pun, kaum perempuan boleh terlibat di dalamnya.
Anas berkata, “Aku melihat Aisyah dan Ummu Sulaim dalam keadaan sibuk. Kulihat perhiasan betis keduanya ketika mereka mengangkut air dari wadah. Kemudian wadah itu kosong  diteguk oleh pasukan yang haus. Kemudian mereka mengisi lagi, wadah pun segera kosong kembali…” (HR. Bukhari).
Anas juga berkata, “Rasulullah berperang dengan mengikutsertakan Ummu Sulaim dan sejumlah perempuan Anshar. Mereka membawa air dan mengobati anggota pasukan yang terluka.” (HR. Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi).
* * *
Sebagaimana kita tahu, manusia memiliki dua tugas utama, yakni tugas pribadi dan tugas kolektif. Tugas pribadi, sebagaimana tercantum dalam firman-Nya: “Wama kholaqtul jinna wal insa illa liya’budun, dan tidaklah Aku (Allah) ciptakan jin dan manusia kecuali Aku ciptakan agar mereka menyembah kepada-Ku” (QS. Adz-Dzariyat: 56).
Sedangkan tugas kolektif, Allah berfirman, “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi’. Mereka berkata: ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Tuhan berfirman: ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’".(Q.S. Al-Baqarah:30).
Tugas khalifatu fil ardhi adalah tugas kolektif yang dibebankan kepada semua manusia. Untuk itulah, setiap manusia diberikan potensi masing-masing, yang berfungsi untuk menjalankan tugas sebagai bagian dari khalifatu fil ardhi itu. Maka, menggali potensi masing-masing adalah sebuah tugas besar umat manusia. Saya meyakini, amalan terbaik kita adalah amalan yang kita jalankan sesuai dengan potensi kita. Karena itulah, Allah menyuruh kita untuk ber-fastabiqul khairat—berlomba-lomba dalam kebaikan (QS. Al-Baqarah: 148). Dan, orang yang paling mulia di mata Allah, adalah “yang paling bertakwa di antara kamu”
“…Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang bertakwa di antara kamu….” (QS. Al Hujurat: 13).
Karena itu, ketika perempuan memang memiliki potensi yang sifatnya publik, semestinya dia harus mengoptimalkan hal tersebut untuk kemashalatan ummat. Misal, seorang perempuan memiliki kecakapan dalam masalah bahasa, berarti tugas dia dalam tim ‘khalifatu fil ardhi’ tentu berkaitan dengan masalah tersebut. Perempuan yang dia memiliki kemampuan kedokteran, dia wajib menolong orang lain, khususnya untuk hal-hal yang sebaiknya tidak dilakukan para lelaki, semisal menjadi dokter kandungan.
* * *
Dalam konsep rumah tangga Islam, pembagian tugas telah jelas. Lelaki mencari nafkah, perempuan melahirkan dan membesarkan anak-anaknya. Tetapi, tentu tak dilarang jika perempuan pun ikut terlibat dalam tugas mencari nafkah. Namun, lebih dari itu, konsep bekerja dalam agama Islam, sesungguhnya bukan hanya sekadar soal nafkah, tetapi juga dalam rangka saling menolong: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain…” (QS. at-Taubah: 71).
Juga dalam rangka tugas sebagai khalifatu fil ardhi, serta fastabiqul khairat untuk mendapatkan amalan terbaik sebagai seorang hamba Allah.
Jadi, mari kita tidak saling menghujat. Kedepankanlah prasangka baik. Jika Anda ibu rumah tangga murni, bersyukurlah, karena berarti Anda bisa lebih total mengurusi keluarga. Tetapi, Anda masih memiliki kewajiban lain, yakni mengoptimalkan potensi untuk tugas kolektif sebagai khalifatu fil ardhi itu. Sungguh indah, jika tugas-tugas kolektif itu ternyata bisa secara cemerlang Anda lakukan dari rumah.
Lepas dari itu, saya sangat menganjurkan para ibu rumah tangga untuk pelan-pelan memiliki kemandirian finansial. Berjualan secara online, membuat usaha-usaha kerajinan tangan, membuka toko kelontong atau warung makan, menulis, dan sebagainya.
Jika Anda perempuan karir, jangan keblinger! Tugas utama kita adalah menjadi seorang istri dan ibu. Jangan sampai tugas yang paling penting itu terabaikan untuk tugas-tugas lain. Dan yang paling penting, mari luruskan niat, bahwa apa yang kita lakukan sehari-hari, adalah demi kemashlahatan umat.
Wallahu a’lam.

*Self Reminder

(http://www.afifahafra.net)

Inspiring Story

Waktu itu, sekitar tahun 2000, datang seorang mahasiswi kepada seorang dosen, dia menghampiri dengan wajah yang muram, dan berkata, “Pak, beasiswa Program Magister dan Doktor saya lolos”. Dan hanya itu saja kata2 yang keluar dari mulutnya, tanpa diikuti ekspresi apapun dari wajahnya. Mengingat di luar sana berjuta – juta orang memimpikan pencapaian ini. Sang dosen tertegun, kemudian berkata, “Bagus dong dek, kamu bisa bikin bangga banyak orang, itu merupakan jalan hidup yang sangat baik. Lalu apa yang membuat kamu terlihat bimbang dek?"

Akhirnya mahasiswi itu bercerita kepada sang dosen. “Pak, sekolah hingga S2 dan S3 merupakan cita-cita saya sejak kecil, ini adalah mimpi saya, tidak terbayangkan rasa bahagia saya saat memperoleh surat penerimaan beasiswa ini. Tapi pak, saya ini akhwat, saya wanita, saya bahagia dengan keadaan ini, saya tidak memiliki ambisi besar. Saya hanya senang belajar dan menemukan hal baru, tidak lebih. Saya akan dengan sangat ikhlas jika saya menikah dan suami saya menyuruh saya untuk menjadi ibu rumah tangga. Lalu, dengan semua keadaan ini, apa saya masih harus sekolah? Saya takut itu semua menjadi mubadzir, karena mungkin ada hal lain yang lebih baik untuk saya jalani...”
Sang dosen pun terdiam, semua cerita mahasiswinya adalah logika ringan yang sangat masuk akal, dan dia tidak bisa disalahkan dengan pikirannya. Dosen itu pun berfikir, memejamkan mata, menunggu Allah SWT membuka hatinya, memasukkan jawaban dari pertanyaan indah ini.

Akhirnya jawaban terbersit dalam pikirannya. Dosen inipun menjawab dengan mengajukan pertanyaan pancingan, “Dek, sekarang bertanyalah kepada hati kecilmu, apa dia masih menginginkan dirimu untuk melanjutkan pendidikan ini hingga puncak nanti?” Sang mahasiswi bingung, dia menunduk, air mata turun dari kedua matanya, seakan dia merasakan konflik hati yang sangat besar, yang saling ingin meniadakan.
Sang dosen lantas melanjutkan pertanyaannya, “Dek, saya ingin bertanya kepadamu, kapan pertama kali engkau berhadapan dengan seorang S2 dan S3 dan mendapat ilmu darinya?” “Sejak saya kuliah di ITB, Pak.” Jawab sang mahasiswi. Kemudian dosen itu melanjutkan, ”Ya dek, betul, saya pun demikian. Saya baru diajar oleh seorang lulusan S3 semenjak saya kuliah di kampus ini. Tapi dek, coba adek fikirkan, bahwa saat engkau memiliki anak, maka orang pertama yang akan mengusap rambut anakmu adalah seorang lulusan S3. Orang yang pertama mengajaknya berjalan adalah seorang ilmuwan tinggi, dan sejak dia mulai membaca, dia akan dibimbing dan dijaga oleh seorang Doktor. Itulah peranmu sebagai ibu nanti. Apakah engkau bisa membayangkan betapa beruntungnya anak manusia yang akan kau lahirkan nanti..”
Mahasiswi itu tersadar dari konflik panjangnya, ia tersenyum bahagia, sangat bahagia, air matanya menjadi air mata haru, dan ia berdiri, mengucapkan terima kasih kepada sang dosen, dan berkata, “Pak, terima kasih, akan saya lanjutkan pendidikan ini hingga tidak satupun puncak lagi yang menghalangi saya..”
Betapa hidup itu sangat berarti, dan jadikan ia bermakna.. Bukan uang yang nanti akan membuatmu bahagia, tetapi rasa syukurmu lah yang akan menjadi kebahagiaan yang hakiki,.
 
 
*dikutip dari berbagai sumber